Halaman

Rabu, 13 November 2013

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


PENDIDIKAN PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
OLEH:
PANDE PUTU DARMAYANA
I GEDE WIJANA
I KETUT WIDIASTRA
MIRZA PRASETYO
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2013



PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul "The Structure Of Scientific Revolution", paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia. Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.


Pancasila sebagai Paradigma pembangunan

Tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut "Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia" hal ini merupakan tujuan negara hukum formal, adapun rumusan "Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" hal ini merupakan tujuan negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah "ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Karena nilai- nilai Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subyek pendukung Pancasila sekaligus sebagai subyek pendukung negara. Unsur-unsur hakikat manusia "monopluralis" meliputi susunan kodrat manusia, terdiri rohani (jiwa) dan jasmani (raga), sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan YME.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika).
Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.
Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lainnya.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.

 Pancasila sebagai Paradigma pembangunan POLEKSOSBUDHAN-KAM
Hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan IPOLEKSOSBUDHANKAM, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan.
Pembangunan hakikatnya membangun manusia secara lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan kata lain membangun martabat manusia.


Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pengembangan dan pembangunan bidang politik harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individumahluk sosial yang terjelmasebagai rakyat. Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara. Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa "negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab". Hal ini menurutnya agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan, moral kemanusiaan (sila II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa (sila III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama (sila V).


 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Mubyarto mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi itu sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera. Ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahteraan manusia, sehingga harus menghindarkan diri dari pengembangan ekonomi yang hanya mendasarkan persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang menimbulkan penderitaan pada manusia, penindasan atas manusia satu dengan lainnya.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Dalam rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila sebagai kerangka kesadaran yang dapat mendorong untuk universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterikatan struktur, dan transendentalisasi. yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan spiritual.


Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga negara. Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan kekuasaan.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama

Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia. Dalam pengertian ini maka negara menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa ", ini berarti bahwa kehidupan dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi

Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.

 Gerakan Reformasi

Pelaksanaan GBHN 1998 pada pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem "Birokratik Otoritarian" dan suatu sistem "Korporatik". Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi pembangunan Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.

Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang artinya "make or become better by removing or putting right what is bad or wrong". Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1.         Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan- penyimpangan. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2.         Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
3.         Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4.         Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5.         Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.

 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.

Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum.
Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut staatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terus-menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu sendiri. Fungsi regulatif Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. sebagai Staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality) dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat .yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.

 Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut keadaan "homo homini lupus", manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Konvensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam  produk  peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :

- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yangmenghasilkan ketetapan- ketetapan:

- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi pembangunan
- TapNo.XI/MPR/1998tentangNegarabebasKKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- TapNo.XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR. 1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.


Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.



Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi " maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
.Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
2. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
4. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupunbersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya.

Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di negara Indonesia, karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.


 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program "social safety net" yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.

2. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan j antung perekonomian.
3. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi. 

Reaktualisasi Nilai-nilai Pancasila di Era Reformasi dan Era

Global
Di era reformasi dan era global ini kita menyaksikan seakan-akan Pancasila
begitu ‘hilang dari peredaran’, padahal ia sesungguhnya merupakan ideologi
bangsa/negara Indonesia yang terwujudkan sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, dasar negara kesatuan Republik Indonesia, dan tujuan negara/bangsa Indonesia.
‘Kehilangan’ ini tampak pada adanya dua fenomena, sebagai contoh, berikut:
1.       Dalam berpraktek politik kenegaraan, yang menonjol kini adalah aktualisasi
ideologi-ideologi-aliran/ideologi-ideologi-partisan yang ditunjukan oleh pribadipribadi,
partai-partai politik, ormas-ormas, daerah-daerah, dan lain sebagainya.
Mereka cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok, golongan, atau
daerah daripada kepentingan bangsa dan negara untuk bersama-sama mengatasi
krisis bangsa yang multidimensional.
2. Dalam berpraktek ekonomi nasional, yang menonjol kini adalah aktualisasi jualbeli
uang, lobi bisnis politik-uang, perebutan jabatan publik ekonomis, dan lain
sebagainya yang ditunjukan oleh para konglomerat, para pialang saham (baik
pemain domestik maupun internasional), para politisi/partisan partai politik, atau
yang lainnya yang seringkali mengabaikan kepentingan yang lebih luas, lebih
besar, dan lebih jauh ke depan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Fenomena seperti itu, kemudian mengundang kita untuk berpikir: Bagaimana
mengatasinya? Secara ideologis, jawabannya adalah dengan cara reinterpretasi dan
reaktualisasi nilai-nilai Pancasila. Agar reinterpretasi dan reaktualisasi Pancasila itu
tepat—yang pada akhirnya akan dapat memahami UUD 1945 secara benar—
Praksis Ekonomi Pancasila
Dalam sejarah pembangunan Ekonomi Pancasila sepanjang
berdirinya republik ini, praktek-prakteknya sangat jelas dalam usaha
pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Dalam hal ini ekonomi
Pancasila telah pula membuat tata kelola dan peran masing-masing
tiga pelaku ekonomi [Koperasi-BUMN-Swasta] dalam melaksanakan
amanat UUD-45.
Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini
ternyata tidak makin mudah menyajikan pemahaman tentang adanya
sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin
mengagumi globalisasi yang membawa perangai “kemenangan”
sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata
membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda
Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi
Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.26
Sedangkan di level UU kita dapat lacak mulai dari UU Koperasi
No. 25/92, UU Perusahaan Negara/1968, UU Bentuk Usaha
Negara/BUMN/1968, UU Perseroan Tarbatas/1969 dll. Sedangkan di
level Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan hukum bagi
tegaknya pelaksanaan ekonomi Pancasila antara lain; Inpres No. 2/1985
tentang Persusuan Nasional, KepMen Pertanian No.
105/KPTS/TN.320/2/1985 tentang pengembangan persusuan nasional,
Instruksi Mendagri No. 36/1985 tentang pembinaan petani ternak
perah.
Agar kemiskinan dapat segera diatasi dan kemandirian bangsa
segera tercapai, kita memerlukan revitalisasi sistem ekonomi Pancasila.
Tetapi bagaimanakah caranya? Ada banyak pilihan, tetapi yang
mendesak dilakukan adalah, pertama, membuat undang-undang sistem
perekonomian nasional dan garis-garis besar arah strategi
pembangunan jangka panjang yang penerapannya disesuaikan dengan
keadaan ekonomi saat ini dan mendatang sesuai perintah UUD-45
dengan menampung lebih tegas dan jelas semua ciri-ciri sistem
ekonomi Pancasila. Kedua, menyempurnakan UU anti monopoli dan
persaingan tidak sehat menjadi UU kemitraan nasional terutama
dengan melakukan penajaman tata peran dan tata kelola pelaku
ekonomi [BUMN-Koperasi-Swasta] dan menjadikan kemitraan sebagai
26Sri-Edi Swasono, Sistem Ekonomi Indonesia, Makalah Seminar
Pendalaman Ekonomi Rakyat, Sistem Ekonomi Indonesia, Jakarta, 19 Februari
2002.
Dalam penelitian Lembaga Managemen Fakultas Ekonomi UI, ada 18
Peraturan Pemerintah selama sepuluh tahun ejak 1979-1989 yang menjabarkan
Ekonomi Pancasila. Lihat, Studi Kasus Managemen KUD Setia Kawan, LPM-UI,
Jakarta, 1990, hal. 120-123
gerakan nasional. Ketiga, membangun resource-base industry yang
berdaya saing tinggi sebagai prioritas utama.
Keempat, pemberdayaan Koperasi agar berperan utama dalam
ekonomi rakyat. Kelima, memperkuat BUMN yang menguasai hajat
hidup orang banyak dan strategis agar berdaya saing tinggi dan
menjadi lokomotif ekonomi rakyat. Keenam, melakukan gerakan cinta
produksi dalam negeri. Ketujuh, melaksanakan gerakan produktifitas
dan efesiensi nasional. Kedelapan, menyegerakan reformasi birokrasi
guna mewujudkan pemerintahan bersih dan berwibawa.
Pembangunan Triple Strategy
Pendekatan yang paling realistik dalam pembangunan kita
adalah campuran; antara pasar dan campurtangan pemerintah. Dalam
hal ini kebijakan pemerintah yang paling mendesak adalah; 1). Pro
pertanian, kehutanan dan kelautan. 2). Pro poor [kaum miskin]. 3). Pro
pertumbuhan dan pemerataan. 4). Pro stabilitas. 5). Antisipasi jumlah
penduduk. Kebijakan-kebijakan harus menjadi ikhtiar untuk
empowering atau pemberdayaan potensi ekonomi dalam negeri dan
sejalan dengan cita-cita kita bersama agar bangsa ini menjadi bangsa
yang unggul.
Keputusan pemerintah untuk mengalokasikan belanja modal
BUMN kepada industri dalam negeri misalnya, langsung maupun tak
langsung akan menggerakkan sektor riil dan jasa termasuk untuk
menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja.
Ada sekitar 600 perusahaan dalam negeri yang bisa mengajukan
penawaran produk barang dan jasanya bagi pembangunan proyek
baru kepada BUMN. Beberapa produksi industri strategis nasional
yang sudah dikenal di luar negeri antara lain PT PAL, PT Dirgantara
Indonesia, PT Krakatau Steel, dan lainnya. Indonesia juga memiliki
industri kimia, komponen alat berat, mesin, kelistrikan, dan
pengeboran yang kualitas produknya tak kalah dengan produk asing.
Jika kelak semua atau sebagian besar industri dalam negeri menjadi
pemasok kebutuhan belanja dari 258 BUMN, hal itu akan menjadi
catatan sejarah dalam perekonomian Indonesia.
Pembelian kembali Indosat dari STT juga merupakan keputusan
yang tepat, mengingat peran sektor telekomunikasi yang sangat
strategis bagi negara dan bangsa. Telekomunikasi adalah salah satu
sektor ekonomi yang menguasai hajat orang banyak dan karena itu
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ketika menjadi
anggota MPR (1999-2004) penulis termasuk sebagai salah seorang yang
mengusulkan dan merumuskan ketetapan MPR agar Indosat dibeli
kembali.
99
Tentu akan ada biaya yang jauh lebih besar yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah dibanding pada saat menjual Indosat
pada 2003 lalu. Namun akan lebih baik rugi di awal ketimbang
menyesal di belakang hari. Apalagi Indosat mampu memberikan
penghasilan yang sama besarnya dengan hasil penjualan saham
kepada STT mengingat perolehan laba yang rata-rata mencapai Rp 1,5 triliun per tahun.



KESIMPULAN

Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.